Time Line

Awal Berdirinya Koperasi Batik BATARI.

Sejarah dimulai dengan berdirinya P.P.B.B.S. (Persatuan Perusahaan Batik Bumiputera Surakarta) yang didirikan oleh Haji Mufti, R. Ng. Kartohastono, dan B. H. Sofwan di Laweyan. Pada tahun 1941, kantor dipindahkan ke Mangkunjayan.

1937

Perubahan Nama Saat Pendudukan Jepang.

Selama pendudukan Jepang, koperasi berganti nama menjadi Batik Kogyo Kumisi sebagai gabungan koperasi Bumiputera di Indonesia.

1942

Pecahnya Koperasi Menjadi Dua.

Setelah kemerdekaan, koperasi terpecah menjadi P.B.R.I.S. dipimpin oleh R. Prijorahardjo dan PERBIS dipimpin oleh H.A. Muslim.

1945

Pendirian Koperasi Batik BATARI.

P.B.R.I.S. dan PERBIS bersatu mendirikan BATARI (Batik Timur Asli Republik Indonesia) pada 1 Januari 1948. BATARI berperan mencukupi kebutuhan bahan baku anggota dan memasarkan hasil produksi mereka.

1948

Lahirnya Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI).

Melalui kerja sama antara koperasi batik di Surakarta, Yogyakarta, Pekalongan, dan Tulungagung, dibentuk GKBI yang dipimpin K.H. Mohammad Edris. GKBI menjadi wadah koperasi batik nasional dan mendirikan NV. B.T.C. sebagai lembaga komersial.

1948

Dampak Serangan Polisionil Belanda II.

BATARI mengalami kemunduran akibat serangan Belanda. Meski begitu, koperasi tetap bertahan dan bahkan menjalin kerja sama dengan pihak Belanda untuk distribusi bahan mori, dengan sebagian keuntungan digunakan untuk perjuangan kemerdekaan.

1949

Penguatan dan Pencapaian Kemajuan untuk Pembatik.

Setelah masa pendudukan, Koperasi Batik BATARI tetap mendukung pembatik dengan menyediakan bahan baku. Meski menghadapi tantangan dari impor dan teknik dumping, BATARI terus menjaga pelayanan. Pada 1952, pemerintah mendirikan Pool Cambrics dengan GKBI sebagai distributor tunggal bahan batik, memastikan stabilitas pasokan bahan baku bagi pembatik.

1950-an

Adaptasi di Tengah Dinamika Ekonomi dan Politik.

Perubahan ekonomi dan politik berdampak pada industri batik. BATARI terus memperjuangkan peran koperasi sebagai penopang pembatik, sambil menyesuaikan strategi operasional untuk tetap relevan.

1960-an

Inovasi dan Pengembangan Koperasi.

BATARI mulai memperluas layanan dengan menginisiasi program pelatihan untuk pembatik. Fokus pada peningkatan keterampilan dan inovasi desain menjadi prioritas untuk menjaga daya saing di pasar.

1970-an

Ekspansi dan Modernisasi Koperasi.

BATARI melakukan modernisasi dengan memperkenalkan teknologi baru di proses produksi batik. Ekspansi jaringan distribusi juga dilakukan untuk menjangkau lebih banyak pembatik dan pasar.

1980-an

Diversifikasi dan Peningkatan Produktivitas.

BATARI memulai diversifikasi produk batik untuk memenuhi kebutuhan pasar yang semakin beragam. Peningkatan efisiensi produksi melalui pendekatan manajemen modern juga menjadi fokus utama.

1990-an

Digitalisasi dan Peningkatan Kapasitas.

BATARI mengadopsi teknologi digital untuk meningkatkan pemasaran dan operasional. Peluncuran platform online mempermudah pembatik dalam mengakses pasar yang lebih luas.

2000-an

Penguatan Komunitas dan Pelestarian Warisan.

BATARI berperan aktif dalam melestarikan budaya batik dengan mengadakan program edukasi dan mendukung komunitas pembatik. Fokus pada kolaborasi lintas sektor membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya batik sebagai warisan budaya.

2010-an

Keberlanjutan dan Inovasi di Era Modern.

BATARI mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam seluruh prosesnya. Dengan inovasi produk ramah lingkungan dan kolaborasi global, BATARI berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan industri batik.

2020-an